Sabtu, 01 Desember 2012

AKU DAN GADIS PERPUSTAKAAN

Karya: Putroe Pendahara
...
Pertama kali kulihat dirinya ada di
perpustakaan, gedung tertua sekolah
kami, termasuk gedung paling jarang
dimasuki. Tempat yang angker juga
paling ngebosenin di seluruh sekolah. Aku
pun pada awalnya datang ke tempat itu
Cuma buat tidur atau kalo nggak ya,
menghindar dari cewek-cewek dengan
lirikan mata paling jijay atau cowok-
cowok yang ceweknya pada lari begitu
ngelihat gue di sekolah.Siapa sih, yang
nggak kenal Roni di SMU ini? Tampang,
oke. Tinggi, oke, badan, oke, otak, ya...
lumayanlah.
Kan ada olahraga sebagai penyeimbang.
Di dunia ini nggak semuanya sempurna.
Pasti ada yang kurang supaya kita nggak
disangka anak dewa. Toh selebihnya gue
yang paling oke dan paling tenar di
sekolah.Begitu gue lihat, semua cewek-
cewek menyingkir dengan tatapan
terpesona, dan begitu juga para
cowoknya, dengan tampang memelas
karena dicuekin sama cewek-cewek ini.
Yah, ini aja udah cukup kan, ngegambarin
siapa gue?Tapi kali ini kita nggak akan
ngebahas soal surat-surat yang ada di
laci meja gue, surat cinta maupun surat
tantangan, atau hadiah Valentine yang
sampai menumpuk (gue nggak suka
coklat gitu, paling di kasih sama anak
tetangga. Tuh, ada Dion umur 6 tahun
yang paling doyan ama coklat. Moga-
moga aja dia nggak tambun kayak
pemain sumo yang gue liat di TV),
ataupun ajakan jalan dari cewek-cewek
yang udah kasmaran ama gue.
Topik yang ngebosenin, tapi tetap aja
dibicarain. Eh, nggak. Bukan itu semua
kok.Ini tentang dia, cewek manis yang
nggak pernah terlihat sampai saat ini,
sampai aku pergi ke
perpustakaan.Namanya Dinda Aprilia,
kulihat namanya di daftar peminjam di
resepsionis. dia adalah peminjam tetap
yang minimal meminjam dua buku, dua
kali dalam seminggu. Datang setiap hari
Senin dan Kamis, begitu datang selalu
duduk di kursi nomor dua-dua, di
samping jendela yang menghadap ke
lingkungan sekolah kami. Kan gedung ini
ada di lokasi paling belakang dan di
tengah. Jadi kalau melihat ke luar jendela
yang ada di lantai dua itu, semua
lingkungan sekolah sampai ke gerbang
kelihatan semua.Tingginya biasa-biasa
saja. Kulitnya kuning langsat, rambutnya
sampai di atas dada, kelihatannya tipis
dan lembut. Wajahnya kalau membaca
buku... tenang sekali.
Mungkin karena cahaya matahari yang
menembus kaca jendela itu membuat
wajahnya bersinar?Entahlah, tapi waktu
menatapnya, rasanya sama sekali nggak
bisa berhenti. Melihatnya yang begitu
tenang, lembut dan konsentrasi, rasanya
nyaman sekali. Terkadang saking
konsentrasinya dia lupa pada keadaan
sekitar. Kadang sedih, deg-degan dan
tertawa sendiri waktu membaca buku.
Buku yang pernah dibacanya sangat
beragam. Dari buku komik, sampai buku-
buku tebal yang bahkan nggak aku tahu
judulnya.Tapi ada saatnya, waktu dia
nggak membaca, dia merenung melihat
keluar jendela sampai tertidur.
Manis sekali. Rasanya pengen banget
jadiin dia pacar.

Tapi……………………………………………..
Waktu tanpa sengaja berpapasan
dengannya (lebih sering di sengaja). Dia
nggak terpesona sama sekali ma aku!!!
Dia cuek banget dan nggak sadar kalau
aku lewat. Bahkan matanya nggak pernah
fokus melihat apapun. Harusnya dia bisa
sadar kalau ada aku kan? Aku punya
aura yang bisa membuat cewek-cewek
menoleh dalam jarak 24 meter. Tapi dia?!
Dalam perbedaan satu inci pun sama
sekali nggak perduli!Haaah.... kenapa aku
nggak ketemu dia sebelumnya ya? Nah,
lupa sudah kata 'gue' saking gregetnya
liat tu cewek. kayaknya gue harus bikin
rencana jitu buat tu cewek takluk (yah,
paling nggak sadar kalau gue itu
'ada')."Hai." Tanyaku mengambil kursi
dan duduk di depannya. lamunannya
langsung terpotong begitu saja untuk
melihat siapa yang datang. detik-detik
terasa jadi lebih lama sejak dia menengok
ke arahku. dia ini lagi mikirin apa sih?dia
lalu mengangguk, lalu meneruskan
lamunannya ke luar jendela. kalau dipikir-
pikir, nggak mungkin cuma melamun
kalau melihat keluar jendela bahkan
setelah disapa orang. jadi sebenarnya dia
sedang apa? masa lagi merhatiin orang?
pikirku ikut melihat ke luar
jendela."Mencari apa?" suara cewek
terdengar. kagetnya.... baru kali ini
kudengar suaranya. pandangan matanya
sama sekali nggak berubah. apa dia
punya radar?"Kamu sendiri? oh iya, kita
belum kenalan. namamu siapa?
namaku...""Roni." potong cewek itu.
matanya yang sendu masih tetap nggak
menatapku. "Playboy Legend at School.
kau terkenal sekali. namaku Dinda
Aprilia."baru sekali itu dia mata kami
bertemu. sinar mentari membuatnya lebih
berkilauan dari biasanya.
ini yang membuatku selalu penasaran.
sebenarnya... apa yang membuatku
begitu tertarik sama dia ya? yang paling
penting, sebenarnya dia itu lagi melihat
siapa?
“Kamu  sebenarnya lagi melihat apa sih?”
Pagi ini terlalu suntuk buat hari yang
cerah, dan di hari yang cerah ini sudah
ada pasar pagi yang terlihat begitu kita
membuka pintu. Di kelas XI yang jumah
muridnya nggak lebih dan nggak kurang
dari 40 orang ini, semua terlihat begitu
sibuk dengan grupnya masing-masing.
Ada beberapa option; grup gosip, grup
olahraga, atau grup iseng. Ada satu grup
kecil, yaitu grup rajin. Karena grup ini
anggotanya sedikit, kita coret saja dari
daftar. Yang jelas, grup-grup ini tercipta
karena satu alasan yang sama: nggak
ada kerjaan.“Pagi Roni....” Terdengar
salam centil di sebuah pagi yang cerah di
pasar pagi yang ada di kelasku.
Berbeda dari cewek-cewek pada
umumnya, cewek-cewek yang ada di
kelas ini merasa mendapat berkat yang
nggak boleh di sia-siain. Mereka merasa
bahwa sekelas denganku berarti boleh
melakukan apa saja denganku. Mulai dari
memberi salam, mengajak jalan, bahkan
membuat bekal. Dengan berbagai alasan
mereka mengajakku ngobrol.
Ngebosenin.“Ron, aku punya tiket...”“Gue
sibuk!!” potongku cepat. Nggak boleh ada
satu celahpun buat mereka. Tapi seperti
pepatah, ‘gugur satu tumbuh seribu’,
selalu saja ada yang nanya-
nanya.“Iiihh... kok Roni jadi dingin sih?”
Gerutu cewek-cewek itu. Dingin?
Gue?“Kau memang kelihatan dingin akhir-
akhir ini.” Tegas Chandra, siang ini.
Chandra, atau Chan si tenar dua di
sekolah ini. Kebetulan, dia tetangga yang
juga satu kelas dengan gue. Kebetulan,
dia Ketua OSIS en yang pasti berotak
encer. Kebetulan, dia jadi rival gue di tim
basket. Yah, sayangnya dia nggak punya
penampilan oke kayak gue. Entah karena
sibuk atau gimana, dia kucel dan nggak
pernah merhatiin penampilan. STOP!!
Lagi-lagi kebiasaan...“Kok bisa?” Gue
nggak percaya ini. Sampai Chandra
juga.“Biasanya kamu yang tingkat PDnya
tinggi nggak bakal nolak cewek kayak
gitu. Kau juga yang bilang, kalau cewek
itu harus diperlakukan baik, supaya
mereka senang.
Selama ini kalau nolak cewek, nggak
pernah tuh kamu bilang ‘sibuk’ dengan
nada ketus.”Iya ya. Sejak kapan gue jadi
begini? Sejak... sejak ketemu dengan
cewek itu... “Kamu belum jawab
pertanyaanku...” Gue akhirnya nanya lagi.
Sudah seminggu lebih dengan jadwal
yang sama, gue ngobrol sama dia.“Yang
mana?” Tanya dia balik. “Kan sudah ku
bilang, namaku Dinda Aprilia, kelas X.
Masa nanya tempat tinggalku juga?”“Eh,
nggak segitunya sih...” Jawabku cepat.
Dia jarang berekspresi macam-macam
kalo ngomong. Tapi kalo lagi baca, bisa
jadi makhluk seribu wajah. “Kamu kan
sering melihat keluar, bahkan sampai
bengong. Sebenarnya lagi nyari apa di
luar.”Dia terdiam menatapku. Tatapan
yang bisa membuat orang salah tingkah
karena seperti ditatap dalam-dalam,
heran dengan apa yang kutanyakan. “Aku
mencari cinta.”Cinta? Untuk apa mencari
cinta?“Kalau Roni tidak mungkin mencari
cinta. Cinta akan datang dengan
sendirinya. Pasti Roni berpikir seperti itu
kan?” Kenapa dia bisa baca pikiranku?!
Terseyum, dia merapikan buku yang
dibacanya. “Pernah Roni jatuh cinta?”Gue
ditanya pernah jatuh cinta sama anak
kelas 1?! Apa-apaan ini?!“Kayaknya
nggak pernah.
Karena terlalu banyak yang mengejar,
nggak sekalipun berpikir ada cinta
disana. Iyakan? Beda denganku, aku
Cuma punya satu cinta dalam
hidupku.”“O... First Love? Di sekolah ini?”
Tanya gue penasaran. “Siapa?”Lagi-lagi
dia diam. Kayaknya ragu-ragu gitu. Dia
menatap gue dan tersenyum kecil. “Ada.
Tenang aja, bukan Roni kok!!”Kok...
rasanya aneh ya. Gue kan Cuma
penasaran sama cewek ini? Kenapa
begitu dia bilang...“Kok ngomong gitu?
Memangnya aku kenapa?” Tanyaku
dengan tawa basa-basi.“Roni ke sini buat
kabur kan? Dari cewek-cewek yang di
sana itu.” Katanya melirik ke luar.
“Lagipula, kalau melihat Roni yang
menghadapi mereka, pasti Roni punya PD
yang tinggi. Aku nggak mau ada yang
salah paham melihat kita dekat begini,
dan kesempatanku kandas.”Bukan buat
gue... dia dari awal memang nggak suka
gue...Dia dari awal sudah punya orang
lain. Dan nggak bakal bisa berpaling ke
orang lain... TUNGGU DULU!!! KENAPA
JUGA GUE JADI KEPIKIRAN KAYAK
GINI!!!Gue ini orang paling oke di sekolah.
Nggak sedikit yang nge-fans sama gue.
Nggak sedikit yang gue terima, tolak n
gue abaikan gitu aja. Kenapa sama satu
cewek ini... satu cewek ini...“Lo betul-
betul suka sama cowok itu?” Tanya gue
sekali lagi. Dia mengangguk. “Bilang,
siapa namanya. Gue bakal bantu.”Dinda
tercengang sesaat. Dia menggeleng.
“Nggak usah, ini masalahku sendiri. Aku
nggak diam saja kok! Aku masih terus,
dan akan terus berusaha.”“Aku deket
sama dia dari SMP. Ternyata, begitu lulus
SMP, dia pindah ke SMA ini.
Padahal sekolah kami sampai SMA.
Mungkin karena pekerjaan orang tua. Tapi
kaget juga, begitu ketemu di sekolah ini,
dia berubah...”Berubah... berubah seperti
apa?“Ada apa lagi?” Tanya Chandra
mengagetkan gue dari belakang.“Nggak,
nggak ada apa-apa...
Cuma...”“Cuma?”“Ada
cewek ...”“Selamat!!”“Loh,
kenapa?”“Karena ada cewek...” Jawab
Chan simple.“Sialan lo..” gue nggak
tahan nggak senyum. “Gue serius nih!!
Nggak usah bahas cewek deh! Ndra, kalo
kita suka sama orang, trus waktu orang
itu pergi kita ikut, wajar nggak!!”“Dasar
idola. Sampai ada yang pindah ke sini
buat ngejar.” Kata Chandra. “Jadi dia
yang bikin kamu berubah? Jadi kamu
suka sama cewek itu ya?”“Nggaklah,
mana mungkin.” Jawabku cepat. “Gue
Cuma penasaran sama cewek itu. Gue liat
dia di perpus, terus gue ngobrol sama
dia. Terus...”“O... gitu ceritanya...” Potong
Chandra. “Kamu nggak suka sama dia.
Tapi kamu CINTA sama dia...”“Sudah gue
bilang!!! Bukan!!!” Huh!!! Gue bisa gila
kalau ngomong sama Chandra yang
kumat jahilnya! “Gue Cuma ngobrol
sebentar sama dia kok!! Dia yang selalu
duduk dekat jendela besar di lantai dua
itu, anak kelas 1 yang...”“Dinda... Aprilia?”
Gumam Chandra pelan. Bahkan seperti
berbisik.“Lo kenal, sama Dinda Aprilia?”
Tanyaku agak kaget. Chandra langsung
menggeleng. Dia menghindar. Chandra,
jangan-jangan lo...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar